3
Sumber: Google

Oleh: Muhammad Hifni

Inilah cara pandang sebagian kita dalam menyimpulkan sesama yang sudah menyandang gelar sarjana master (S2). Mereka dengan santai dan mudahnya memberikan lambang itu tanpa memandang keahlian orang tersebut terlebih dahulu. Mereka menganggap sama semuanya, ketika seseorang sudah memiliki embel-embel di belakang nama (baca: titel) seperti, M.Pd; M.Kom; M.Si dan sebagainya, seketika mereka beranggapan semua ilmu maha diketahui.

Baca juga:

Semua Butuh Proses


Ini salah besar, sama sekali salah alamat. Mestinya sebelum jauh menghardik, kita harus ketahui dan pahami bidang keahlian dari masing-masing mereka apa, baru setelah itu kita boleh menghujamkan kalimat kesimpulan. S2 itu banyak macamnya, ada S2 pendidikan fisika, ada S2 pendidikan kimia, ada S2 pendidikan matematika, ada S2 fisika, ada S2 kimia, ada S2 matematika dan masih banyak lainnya, amat sangat banyak.

Artinya apa? Jangan pernah bertanya tentang penyakit kulit kepada dokter spesialis jantung. Mereka tak akan pernah mampu selesaikan masalah yang kita tanyakan tersebut. Lantas siapa yang salah kalo gitu, mereka kan dokter, dokter spesialis lagi? Dengan kondisi seperti ini, apa boleh kita langsung menyimpulkan kalau mereka dokter tak becus lah, tak tau apa-apa lah dan sebagainya.

Maaf Mbk/Saudara/Bapak/Ibu/Mas/Bro, yang patut dan berhak disalahkan itu ya kita. Kenapa? Ya kita sudah salah rumah. Ini malah akan menjadi identitas kegoblokan kita. sudah tau orang ahli jantung, kita malah nanya masalah kulit, ya ndak nyambunglah. Yang keliru siapa hayooo...

Baca juga:

Setiap Pilihan Selalu Ada Resikonya


Sama halnya dengan saat kita ingin tahu tentang sesuatu permasalahan. Kemudian kita beranggapan setiap orang yang berpendidikan S2 akan selalu bisa menyelesaikan masalah kita tersebut. Kemudian tatkala tempat kita bertanya itu tak mampu memberikan jawaban yang kita inginkan karena memang bukan ranahnya, sejurus kemudian kita menyimpulkan dia adalah sarjana bergelar Master yang tak tahu apa-apa. Apa lagi sampai ngomong, “Katanya bergelar S2, gitu aja kok ndak tau”, “katanya S2, tak semua ya dia tau, apa gunanya sekolah tinggi-tinggi.”

Yang salah siapa? Yang bergelar S2 atau yang bertanya? Yang nanya lah. Mestinya mereka harus pahami, orang ahli Bahasa besar kemungkinan tak akan mampu menyelesaikan masalah Matematika, meski sudah bergelar S2. Begitu juga sebaliknya, orang bergelar sarjana Matematika besar kemungkinan tak akan mampu menyelesaikan masalah dalam dunia ilmu Sastra, meski bergelar S3 (Doktor) sekalipun. Karena ini tentang spesialisasi, tentang keahlian.

Baca juga:

Penulis, Manusia “Limited Edition”


Oleh karena itu, mari kita lebih bijaksana. Jangan terlalu cepat memberikan kalimat kesimpulan pada orang lain tanpa melihat latar belakang mereka yang sesungguhnya. Tujuannya aggar kita tidak salah kaprah dalam menilai.

Memang ada sih orang yang bergelar S2, sangat tak ahli dalam bidangnya, apalagi pada bidang yang lain. Jika anda temukan, ini besar kemungkinan pertanda S2-nya di beli. Kok bisa? Kayak tak tahu saja, kan sudah zaman instant Bro, klo anda punya uang 40 juta saja, tak perlu standbye kuliah di kampus. Cukup tungguh 2 tahun saja dari rumah, tanpa kemana-mana, yakin titel S2 langsung akan anda dapat. Tak percaya? Cari saja sendiri jika memang berminat atau sekedar ingin tahu.

Loh...pertanggungjawabannya gimana nanti? Tanya saja pada rumput yang bergoyang, kalau jawaban saya sih, Wallahua’lam bissawab.

#Salam Literasi     

Post a Comment

  1. hal seperti atas sangat sering terjadi hususnya di kalangan masyarakat awam, saya setuju memang kita harus lebih bijaksana .Jangan terlalu cepat memberikan kesimpulan pada orang lain tanpa melihat latar belakang atau bidang mereka yang sesungguhnya.
    tetapi sebenarnya hal seperti diatas adalah salah satu PR kita sebagai mahasiswa agar mempersiapkan diri dan mempelajari segala bidang ilmu selain jurusan kita agar tidak merendahkan gelar yang kita sandang.
    btw masalah s2 ,yang masih jadi pertanyaan dan pertimbangan untuk s2 adalah
    pantaskah saya akan s2 ...? smntara rumah,motor mobil lom ada
    setelah s2 mau jadi apa ...? jadi dosen(honor) ?
    dan yang paling saya hawatirkan jangan sampai merusak nama s2 dan membuat orang(masyarakat) tidak mau s2 kan anaknya gara - gara mengambil contoh dari s2 yang tidak sukses.....
    mohon tanggapannya pak...
    makasih pak....

    ReplyDelete
  2. artkel diatas memang sangat-sangat relevan dengan keadaan sekarang, seperti masyarakat yang buru-buru menjustipikasi seseorang, orang ber_uang gelar dan ijazah akademik gampang.
    minitik beratkan pada problem-problem seperti ini merupakan sesuatu yang mungkin sering kita temui di masyarakat.
    mindset masyarakat seperti ini terbentuk dari pengamatan kesehariannya, bayak sekali dilihat dan saksikan dilingkungannya seorang seseorang yang tamatan bidang keilmuan A bekerja di keilmuan C (ini menunjukkan ketidak relevansi antara bidang keilmuan dengan bidang pekerjaan), dan begitu juga sebaliknya, misalnya juga seorang sarjana jurusan ilmu pertanian masuk mengajar di sekolah dasar dan diterima oleh kepala sekolah tersebut (ini merupakan sesuatu yang tidak pas baik dari segi keilmuan maupun prosedural), kejadian-kejadian yang seperti ini bayak sekali terjadi didunia pendidikan saat ini. inilah salah satu contoh yang sering diamati sehingga membentuk mendset masyarakat bahwa semua bidang keilmuan itu sama "seandainya si dia sudah sarjana pasti dia bisa apalagi magister pasti lebih hebat" jadi masyarakat memandang bahwa lulusan S1 apalagi S2 dan S3 merupakan manusia yang serba bisa, manusia yang dapat mengatasi segala macam permasalah.
    jadi statement saya, "sekolah itu adalah dunia pendidikan, pendidikan itu merupakan proses memanusiakan manusia, sistem pendidikan sudah diatur oleh UU mari terapkanlah dengan dengan sebaik dan bijak sehingga tidak berdampak kepada hal-hal yang tidak kita inginkan"

    mohon tanggapan pak dan matur tampi asih...!

    ReplyDelete
  3. hal-hal seperti ini yang kita harus waspadai di masyaraka, karena masyarakat itu sangat memandang kita tatkala kita sudah mempunyai Gelar(S1,S2,S3), Dia selalu beranggapan bahwa kita itu bisa, tapi faktanya masih banyak kekurangan kita,, kalok sesama pelajar dan orang berpendidikan udah lumrah kita saling menghargai, tapi kita tidak bisa mengelak dari masyarakat yang awam, dan inilah yang perlu kita persiapkan untuk menghadapi masyarakat semacam ini,
    GELAR (S1) Saja kita sudah di anggap mampu dan kaya, tapi pada dasarnya kalok kita teliti orang sukses itu kebanyakan berawal dari orang yang tidak berada, inilah yang perlu kita waspadai dan dalam kehidupan kita,

    saya bangga dengan artikel ini, karena menyadari kita sebagai pelajar harus mampu mempersiapkan diri sebelum kita terjun di masyarakat sendiri,
    dan mari kita sebagai penerus jangan merusak duni pendidkan di mata masyarakat,
    karena banyak sodara dan sodari kita yang nganggur, karena melihat materi,
    dan sering saya dengar masyarakat mengatakan,,
    "kok sudah serjana tidak ada dikerjakan lebih baik ke malaysia", itulah secarik kata yang membuat dunia pendidikan mengendor di kalangan masyarakat yang belum memahami dunia pendidikan yang sesungguhnya,,,

    spriiiiiiiiiit bagi kawan-kawan ku, jangan sampai kita mendengar kata-kata itu,,

    thnks so much for your artikel my mr. muhammad hifni, QH,S.Si, M.Pd.

    ReplyDelete

 
Top